وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍ
مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ
Artinya: "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu,
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar."
ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوٓا۟ إِنَّا لِلَّهِ
وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ
Artinya: "(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun (Sesungguhnya
kami milik Allah dan kepada-Nya kami kembali)".
- Tidak Mengeluh Meskipun Tidak Senang dengan Keadaan. Tingkatan pertama adalah tidak mengeluh, meskipun hati merasa kurang senang. Hal ini merupakan dasar dari kesabaran. Orang yang sabar tidak melampiaskan ketidaksenangannya kepada orang lain atau bahkan kepada Allah. Rasulullah ﷺ bersabda:
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
Artinya: “Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim)
Dalam tingkatan ini, seorang mukmin tetap menjaga hati dan lisannya, tidak mengeluh atau menyalahkan keadaan. Dia berusaha menerima apa yang terjadi dengan diam dan ikhlas. - Ridho dengan Apa yang Terjadi. Tingkatan kedua adalah ridho atau menerima dengan lapang dada apapun yang Allah tetapkan. Ridho berarti seseorang tidak hanya menahan diri, tetapi juga menerima dengan penuh keikhlasan dan lapang dada. Allah ﷻ berfirman:
وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Artinya: "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui". (QS. Al-Baqarah: 216)
Pada tingkatan ini, seorang mukmin percaya bahwa setiap ketetapan Allah adalah yang terbaik baginya, meskipun hatinya mungkin tidak memahami hikmahnya. - Bersyukur dengan Ujian. Tingkatan yang paling tinggi adalah bersyukur atas ujian yang menimpa. Namun, perlu kita pahami bahwa syukur atas musibah bukan berarti kita berharap musibah datang, tetapi karena keyakinan bahwa di balik musibah ada kebaikan yang Allah persiapkan. Allah ﷻ berfirman:
فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا - إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا
Artinya: "Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan." (QS. Al-Insyirah: 5-6).
Rasa syukur ini bukan mensyukuri musibah itu sendiri, akan tetapi mensyukuri hikmah yang kita yakini ada di baliknya. Juga dari hadits Anas bin Malik, Rasulullah ﷺ bersabda:إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
Artinya: “Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (HR. Ibnu Majah).
Orang yang mencapai tingkatan ini akan melihat ujian sebagai jalan untuk semakin dekat kepada Allah, dan ia menyadari bahwa setiap ujian adalah tanda kasih sayang Allah ﷻ.
***