Sikap pertama yang harus dimiliki seorang Muslim dalam melakukan penelitian adalah meluruskan niat. Penelitian tidak semata-mata ditujukan untuk meraih gelar akademik, popularitas, atau keuntungan pribadi, melainkan sebagai bentuk pengabdian kepada Allah dan kontribusi nyata bagi umat. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa setiap amal bergantung pada niatnya. Dengan niat yang lurus, proses penelitian akan dijalani dengan kesungguhan, keikhlasan, dan tanggung jawab, meskipun menghadapi berbagai keterbatasan dan tantangan.
Kejujuran merupakan prinsip fundamental dalam penelitian ilmiah dan menjadi nilai utama dalam ajaran Islam. Seorang Muslim dilarang keras memanipulasi data, merekayasa hasil, atau melakukan plagiarisme demi memenuhi ekspektasi tertentu. Data yang diperoleh harus disajikan apa adanya, meskipun hasilnya tidak sesuai dengan hipotesis awal. Sikap amanah ini sejalan dengan perintah Allah SWT untuk berlaku jujur dan adil dalam setiap perbuatan. Penelitian yang dilakukan tanpa kejujuran akan kehilangan nilai ilmiah sekaligus nilai spiritual.
Objektivitas dalam penelitian berarti menempatkan fakta di atas kepentingan pribadi, kelompok, atau ideologi tertentu. Seorang peneliti Muslim dituntut untuk bersikap adil dalam menganalisis data dan menarik kesimpulan. Islam mengajarkan agar kebencian atau kecenderungan tertentu tidak mendorong seseorang untuk berlaku tidak adil. Oleh karena itu, peneliti Muslim harus mampu memisahkan keyakinan pribadi dari proses analisis ilmiah, tanpa mengorbankan nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Ilmu pengetahuan terus berkembang, dan tidak ada hasil penelitian yang bersifat mutlak dan final. Sikap tawadhu’ atau rendah hati menjadi karakter penting bagi peneliti Muslim. Ia harus terbuka terhadap kritik, masukan, dan kemungkinan bahwa temuannya dapat disempurnakan atau bahkan dikoreksi oleh penelitian selanjutnya. Kerendahan hati ini mencerminkan kesadaran bahwa ilmu manusia terbatas, sementara ilmu Allah SWT tidak berbatas.
Penelitian yang dilakukan oleh seorang Muslim idealnya memiliki orientasi kemaslahatan. Ilmu tidak boleh berhenti pada tataran teori, tetapi diarahkan untuk memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Seorang peneliti Muslim perlu mempertimbangkan dampak sosial, etis, dan kemanusiaan dari penelitiannya. Penelitian yang berpotensi menimbulkan mudarat, ketidakadilan, atau kerusakan harus dikaji secara kritis dan bijaksana.
Islam sangat menjunjung tinggi penghormatan terhadap martabat manusia dan kelestarian alam. Dalam konteks penelitian, sikap ini tercermin dalam perlakuan yang etis terhadap subjek penelitian, seperti menjaga kerahasiaan data, meminta persetujuan (informed consent), serta tidak merugikan pihak yang diteliti. Selain itu, peneliti Muslim juga bertanggung jawab menjaga lingkungan penelitian agar tidak mengalami kerusakan sebagai dampak dari aktivitas ilmiah.